Secara singkronis makna sebuah kata atau leksem tidak
akan berubah, tetapi secara diakronis ada kemungkinan dapat berubah. Maksudnya, dalam masa yang relative
singkat, makna sebuah kata akan tetap sama, tidak berubah; tetapi dalam waktu
yang relatif lama ada kemungkinan makna sebuah kata akan berubah. Ini gejala
bahasa yang lumrah terjadi dimana-mana, karena bahasa bersifat dinamis. Meski
demikian, perubahan makna tidak terjadi pada semua kata, melainkan hanya
beberapa kata saja.
1. Sebab-sebab
terjadinya perubahan makna
a. Perkembangan
dalam ilmu dan teknologi.
Adanya perkembangan konsep keilmuan dan
teknologi dapat menyebabkan sebuah kata yang pada mulanya bermakna A menjadi
bermakna C. Umpanya, kata sastra pada mulanya bermakna
‘tulisan, huruf’, lalu bermakna ‘bacaan’, kemudian berubah lagi menjjadi
bermakna ‘ buku yang baik isinya dan baik pula bahasanya’. Selanjutnya,
berkembang lagi menjadi ‘karya bahasa yang bersifat imaginative dan kreatif’.
Perubahan makna sastra seperti yang kita sebutkan itu adalah
karena berkembangnya atau berubahnya konsep tentang sastra itu dalam ilmu
susastra.
b. Perkembangan sosial
budaya.
Perkembangan dalam masyarakat berkenaan dengan sikap
sosial budaya, juga menyebabkan terjadinya perubahan makna. Misalnya,
No
|
Kata
|
Sebelum Mengalami
Perubahan
|
Setelah Mengalami
Perubahan
|
1
|
Sarjana
|
Orang cerdik pandai
|
orang yang telah lulus dari perguruan tnggi
|
2
|
saudara
|
anak yang sekandung
|
semua orang yang sederajat baik usia/ kedudukan sosial.
|
c. Perkembangan
pemakaian kata.
Setiap bidang kegiatan atau keilmuan biasanya
mempunyai sejumlah kosakata yang berkenaan dengan bidangnya itu. umpamanya
dalam bidang pertanian kita temukan kosakata seperti menggarap, menuai,
pupuk, hama, dan panen; dalam bidang agama Islam ada kosakata
seperti imam, khatib, puasa,, zakat, dan subuh; dan dalam
bidang pelayaran ada kosakata seperti berlabuh, berlayar, haluan,
nakhodah, dan buritan. Kosakata yang pada mulanya digunakan pada
bidang-bidangnya itu dalam perkembangan kemudian digunakan juga dalam
bidang-bidang lain, dengan makna yang baru atau agak lain dengan makna aslinya,
yang digunakan dalam bidang pertanian (dengan segala bentuk derivasinya
seperti garapan, penggarap, tergarap, dan penggarapan) digunakan
juga dalam bidang lain dengan makna ‘ mengerjakan, membuat’, seperti
dalam menggarap skripsi, menggarap naskah drama, menggarap rancangan
undang-undang lalulintas. Kata membajak yang
berasala dari pertanian juga, sudah biasa kini digunakan dalam bidang lain
dengan makna ‘mencari keuntungan yang besar secara tidak benar’, seperti
dalam membajak lagu, membajak pesawat terbang..
d. Pertukaran tanggapan
indra.
Alat indra kita yang lima mempunyai fungsi
masing-masing untuk menangkap gejala-gejala yang terjadi di dunia ini.
Misalnya, rasa getir, panas, dan asin ditangkap dengan alat indra perasa, yaitu
lidah; gejala yang berkenaan dengan bunyi ditangkap dengan alat indra pendengar
telinga; dan gejala terang dan gelap ditangkap dengan alat indra mata. Namun,
dalam perkembangan pemakaian bahasa banyak terjadi pertukran pemakaian alat
indra untuk menangkap gejala yang terjadi disekitar manusia itu. Misalnya,
rasa pedas yang seharusnya ditanggap oleh alat indra perasa
lidah menjadi ditanggap oleh alat pendengar telinga, seperti dalam ujaran kata-katanya
sangat pedas; kata manis yang seharusnya ditanggap dengan alat perasa
lidah menjadi ditanggap dengan alat indra mata, seperti dalam ujaran bentuknya
sangat manis.
Perubahan tanggapan indra ini disebut dengan istilah
sinestesia. Perhatikan contoh lain
berikut!
Warnanya
teduh
Suaranya
berat sekali
Kedengarannya
memang nikmat
Lukisan itu
ramai sekali
Tinggkah
lakunya sangat kasar
e. Adanya
asosiasi.
Yang dimaksud dengan adanya sosiasi disini adalah
hubungan antara sebuah bentuk ujaran dengan sesuatu yang lain yang berkenaan
dengan bentuk ujaran tiu, sehingga dengan demikian bila disebut ujaran itu maka
yang dimaksud adalah sesuatu yang lain yang berkenaan dengan ujaran itu.
No
|
Kata
|
Sebelum Mengalami
Perubahan
|
Setelah Mengalami
Perubahan
|
1
|
amplop
|
sampul surat
|
uang sogok
|
2
|
bunga
|
kembang
|
gadis cantik
|
3
|
Mencatut
|
mencabut dengan catut
|
menarik keuntungan
|
Asosiasi dapat berupa hubungan:
- wadah dengan isi
Contoh: Pejabat negara dilarang
menerima parsel. Bentuk ujaran "parsel" pada contoh
kalimat tersebut berasosiasi dengan kolusi dan suap yang dikemas dalam wujud
parsel.
- waktu dengan kejadian
Contoh: Jalan ke Pantai Ancol macet
total karena sekarang tanggal 1 Januari. Bentuk ujaran "1
Januari" berasosiasi dengan tahun baru dan pada tahun baru masyarakat
berbondong-bondong ke obyek wisata.
- tempat dengan peristiwa
Contoh: Aliansi masa melakukan tabur
bunga di Kuningan,Jakarta. Bentuk ujaran "Kuningan"
berasosiasi dengan peristiwa ledakan bom yang dilakukan oleh kelompok teroris.
- tempat dengan lembaga
Contoh: Para
wakil rakyat bertemu di Senayan. Bentuk ujaran
"Senayan" berasosiasi dengan lembaga Dewan Perwakilan Rakyat
f. Adanya
Penyingkatan
Dalam bahasa Indonesia ada sejumlah kata atau ungkapan
yang karena sering digunakan, maka kemudian tanpa diucapkan atau dituliskan
secara keseluruhan orang sudah mengerti maksudnya. Oleh karena itu, maka
kemudian orang lebih banyak menggunakan singkatannya saja daripada menggunakan
utuhnya. Misalnya, kalau dikatakan Ayahnya meninggal tentu saja maksudnya
adalah meninggal dunia. Jadi, meninggal adalah bentuk singkat dari ungkapan
meninggal dunia. Begitu juga dengan kata berpulang tentu maksudnya adalah
berpulang ke rahmatullah.
Sebetulnya dalam kasus penyingkatan ini bukanlah
peristiwa perubahan makna yang terjadi sebab makna atau konsep itu tetap. Yang terjadi
adalah perubahan bentuk kata. Kata yang semula berbentuk utuh (panjang)
disingkat menjadi bentuk tidak utuh atau pendek.
g. Perbedaan Tanggapan
Setiap unsur leksikal atau kata sebenarnya secara
sinkronis telah mempunyai makna leksikal yang tetap. Namun karena pandangan
hidup dan ukuran dalam norma kehidupan di dalam masyarakat, maka banyak kata
yang menjadi memiliki nilai rasa yang “rendah”, kurang menyenangkan. Disamping
itu ada juga yang menjadi memiliki nilai rasa yang “tinggi”, atau yang mengenakkan.
Kata-kata yang nilainya merosot menjadi rendah ini lazim disebut peyoratif,
sedangkan yang nilainya naik menjadi tinggi disebut amelioratif. Kata bini
dewasa ini dianggap peyoratif, sedangkan kata istri disebut amelioratif, kata
laki dianggap peyoratif berbeda dengan suami yang dianggap amelioratif. Contoh
lain kata bang (seperti dalam bang Dul) dianggap peyoratif; sebaliknya kata
bung seperti dalam Bung Karno, Bung Hatta, dan Bung Gafur) dianggap
amelioratif.
h. Proses Gramatikal
Proses gramatikal seperti afiksasi, reduplikasi, dan
komposisi (penggabungan kata) akan menyebabkan pula terjadinya perubahan makna.
Tetapi dalam hal ini yang terjadi sebenarnya bukan perubahan makna, sebab
bentuk kata itu sudah berubah sebagai hasil proses gramatikal. Dalam bagian
pendahuluan sudah dibicarakan kalau bentuk berubah maka makna pun akan berubah
atau berbeda. Jadi, tidaklah dapat dikatakan kalau dalam hal ini telah terjadi
perubahan makna, sebab yang terjadi adalah proses gramatikal, dan proses gramatikal
itu telah “melahirkan” makna-makna gramatikal. [9]
i.
Pengembangan Istilah
Salah satu upaya dalam pengembangan atau pembentukan
istilah baru adalah dengan memanfaatkan kosakata bahasa Indonesia yang ada
dengan jalan memberi makna baru, entah dengan menyempitkan makna kata tersebut,
meluaskan, maupun memberi arti baru sama sekali.
Misalnya,
No
|
Kata
|
Sebelum Mengalami
Perubahan
|
Setelah Mengalami
Perubahan
|
1
|
papan
|
lempengan kayu (besi, dsb) tipis
|
perumahan
|
2
|
sandang
|
selendang
|
pakaian
|
2. Jenis-jenis perubahan
a. Perluasan Makna
(generalisasi)
Perluasan makna ialah perubahan makna dari yang lebih
khusus atau sempit ke yang lebih umum atau luas. Cakupan makna baru tersebut
lebih luas daripada makna lama.
Contoh:
No
|
Kata
|
Sebelum Mengalami
Perubahan
|
Setelah Mengalami
Perubahan
|
1
|
Bapak
|
Orang Tua Laki-laki
|
semua orang laki-laki yang lebih tua atau berkedudukan
lebih tinggi.
|
2
|
saudara
|
anak yang sekandung
|
semua orang yang sama umur/ derajat.
|
b. Penyempitan Makna
(Spesialisasi)
Penyempitan makna ialah perubahan makna dari yang
lebih umum/ luas ke yang lebih khusus/ sempit. Cakupan baru/ sekarang lebih
sempit daripada makna lama (semula).
Contoh:
No
|
Kata
|
Sebelum Mengalami
Perubahan
|
Setelah Mengalami
Perubahan
|
1
|
Sarjana
|
Cendikiawan
|
lulusan perguruan tinggi
|
2
|
Pendeta
|
Orang Yang Berilmu
|
Guru Kristen
|
3
|
Madrasah
|
Sekolah
|
Sekolah Agama Islam
|
c. Peninggian
Makna (ameliorasi)
Peninggian makna ialah perubahan makna yang
mengakibatkan makna yang baru dirasakan lebih tingg/ hormat/ halus/ baik
nilainya daripada makna lama.
Contoh:
No
|
Kata
|
Sebelum Mengalami Perubahan
|
Setelah Mengalami
Perubahan
|
1
|
Bung
|
panggilan kepada orang laki-laki
|
panggilan kepada pemimpin
|
2
|
Putra
|
anak laki-laki
|
lebih tinggi daripada anak
|
d. Penurunan Makna
(Peyorasi)
Penurunan makna ialah perubahan makna yang
mengakibatkan makna baru dirasakan lebih rendah/ kurang baik/ kurang
menyenangkan nilainya daripada makna lama.
Contoh:
No
|
Kata
|
Sebelum Mengalami
Perubahan
|
Setelah Mengalami
Perubahan
|
1
|
Bini
|
perempuan yang sudah dinikahi
|
perempuan yang sudah dinikahi
|
2
|
bunting
|
mengandung
|
lebih rendah dari kata hamil
|
e. Persamaan
(asosiasi)
Asosiasi ialah perubahan makna yang terjadi akibat
persamaan sifat antara makna lama dan makna baru.
Contoh:
No
|
Kata
|
Sebelum Mengalami
Perubahan
|
Setelah Mengalami
Perubahan
|
1
|
amplop
|
sampul surat
|
uang sogok
|
2
|
bunga
|
kembang
|
gadis cantik
|
3
|
Mencatut
|
mencabut dengan catut
|
menarik keuntungan
|
f. Pertukaran
(sinestesia)
Sinestesia ialah perubahan makna akibat pertukaran
tanggapan dua indera yang berbeda dari indera penglihatan ke indera pendengar,
dari indera perasa ke indera pendengar, dan sebagainya.
Contoh:
suaranya terang
sekali
(pendengaran penglihatan)
rupanya
manis
(penglihat perasa)
namanya
harum
(pendengar pencium)
Sebab-sebab Perubahan
Sinestesia, Asosiasi, Metafora, Perkembangan Ilmu dan Teknologi, Perkembangan Sosial
Budaya, Perbedaan Bidang Pemakaian, Perbedaan Tanggapan, Adanya Penyingkatan,
Proses Gramatikal, Pengembangan Istilah, Generalisasi, Spesialisasi,
Ameliorasi, Peyorasi.
Majas
metafora adalah
ungkapan pemahaman mengenai suatu konsep dalam perbandingannya dengan konsep
lain dimana di antara dua konsep itu terdapat kemiripan, keserupaan, atau
korelasi dalam hal tertentu. Kemiripan, persamaan, atau korelasi di antara dua
hal yang diperbandingkan tidak perlu semuanya, melainkan hanya sebagian kecil
saja.
Contoh:
Ayah adalah tulang punggung keluarga.
Ayah dan tulang punggung adalah dua hal
yang sama sekali berbeda. Titik persamaan antara ayah dan tulang punggung
adalah sama-sama punya fungsi menopang. Tulang punggung menopang agar badan
manusia tegak berdiri, ayah menopang keluarga agar tegak berdiri. Inilah
sebabnya kata “tulang punggung” digunakan sebagai metafora untuk menyebut
fungsi ayah selaku kepala keluarga yang menopang tegaknya keluarga.
Majas ini sering digunakan dalam
karya-karya sastra dan dalam
keseharian. Di samping itu, majas metafora bahasa Ibrani juga sering sekali digunakan dalam Alkitab.
keseharian. Di samping itu, majas metafora bahasa Ibrani juga sering sekali digunakan dalam Alkitab.
Contoh:
Penggunaan majas metafora dalam jangka
panjang dapat
mengakibatkan perubahan makna atau pergeseran makna.
mengakibatkan perubahan makna atau pergeseran makna.
Contoh:
semula kata “ekor” hanya bermakna bagian tubuh binatang dsb yg paling belakang, baik berupa sambungan dari tulang punggung maupun sbg lekatan. Kemudian, kata “ekor” digunakan sebagai metafora untuk akibat dari kejadian atau keadaan sebelumnya. Lama-lama kata “ekor” mengalami perubahan makna.Jika semula hanya bermakna “bagian tubuh binatang dsb yg paling belakang, baik berupa sambungan dr tulang punggung maupun sbg lekatan”, kemudian kata “ekor” tersebut mengalami perluasan makna sehingga kemudian mempunyai makna tambahan “akibat dari kejadian atau keadaan sebelumnya”.
semula kata “ekor” hanya bermakna bagian tubuh binatang dsb yg paling belakang, baik berupa sambungan dari tulang punggung maupun sbg lekatan. Kemudian, kata “ekor” digunakan sebagai metafora untuk akibat dari kejadian atau keadaan sebelumnya. Lama-lama kata “ekor” mengalami perubahan makna.Jika semula hanya bermakna “bagian tubuh binatang dsb yg paling belakang, baik berupa sambungan dr tulang punggung maupun sbg lekatan”, kemudian kata “ekor” tersebut mengalami perluasan makna sehingga kemudian mempunyai makna tambahan “akibat dari kejadian atau keadaan sebelumnya”.
No comments:
Post a Comment